## Rahang Habsburg: Warisan Genetik Kelam dari Perkawinan Sedarah Dinasti Eropa
Sejarah mencatat banyak dinasti kerajaan yang mengandalkan pernikahan strategis untuk memperkuat kekuasaan dan mempertahankan kemurnian garis keturunan. Praktik ini, yang kerap melibatkan perkawinan sedarah antar kerabat dekat, menghasilkan konsekuensi genetik yang mengerikan, salah satunya adalah fenomena yang dikenal sebagai “Rahang Habsburg.” Artikel ini akan menguak kisah kelam keluarga Habsburg, dinasti Eropa yang berpengaruh, dan bagaimana praktik perkawinan sedarah mereka meninggalkan jejak yang tak terhapuskan, baik dalam sejarah maupun dalam manifestasi fisik yang mengerikan.
**Keluarga Habsburg: Kekuasaan dan Kemerosotan Genetik**
Keluarga Habsburg, sebuah dinasti penguasa Jerman-Austria yang berpengaruh, menguasai wilayah luas di Eropa, membentang dari Portugal hingga Transylvania selama berabad-abad. Mereka menorehkan sejarah sebagai raja-raja Jerman sejak abad ke-13, Adipati Agung Austria sejak pertengahan abad ke-14, dan bahkan menduduki singgasana Kekaisaran Romawi Suci dari abad ke-15 hingga ke-19. Kekuasaan dan kemegahan mereka tak terbantahkan, dengan kediaman-kediaman megah yang mendominasi benua Eropa, terutama di Spanyol. Namun di balik kejayaan tersebut, tersimpan rahasia kelam yang terukir dalam ciri fisik unik yang dikenal sebagai “Rahang Habsburg.”
**Perkawinan Sedarah: Jalan Menuju Kehancuran Genetik**
Demi mempertahankan kekuasaan dan “kemurnian” darah bangsawan, keluarga Habsburg secara sistematis melakukan perkawinan sedarah. Mereka mempersatukan anggota keluarga dekat, seperti sepupu pertama atau paman dengan keponakan, dalam ikatan pernikahan. Meskipun dibalut kemewahan dan kekuasaan, praktik ini justru meninggalkan jejak mengerikan pada generasi penerus.
Generasi demi generasi, ciri fisik yang mencolok muncul: rahang bawah yang menonjol (mandibular prognathism), bibir bawah yang tebal dan menonjol, serta hidung yang panjang dan menukik. Kondisi ini, yang kemudian dikenal sebagai “Rahang Habsburg,” bukan sekadar anomali estetika. Dalam banyak kasus, rahang yang menonjol tersebut menyebabkan kesulitan dalam makan dan berbicara, mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Potret-potret anggota keluarga Habsburg yang tersohor menunjukkan dengan jelas deformitas wajah ini, yang bahkan tak mampu disembunyikan oleh tangan-tangan terampil para pelukis istana.
**Penelitian Ilmiah: Bukti Genetik Rahang Habsburg**
Penelitian yang diterbitkan dalam *Annals of Human Biology*, yang dilakukan oleh ahli genetika Román Vilas dari Universitas Santiago de Compostela, Spanyol, menguatkan hubungan antara Rahang Habsburg dan perkawinan sedarah. Dengan menganalisis silsilah keluarga Habsburg Spanyol yang mencakup lebih dari 20 generasi, penelitian tersebut mengungkap rata-rata koefisien perkawinan sedarah yang tinggi, sekitar 0,093. Angka ini menunjukkan bahwa sekitar 9% dari gen yang sesuai pada individu Habsburg tertentu identik, karena berasal dari nenek moyang yang sama. Sebagai perbandingan, anak dari dua sepupu pertama memiliki koefisien perkawinan sedarah yang jauh lebih rendah (0,0625).
Analisis potret anggota keluarga Habsburg oleh ahli bedah mulut dan rahang menunjukkan korelasi kuat antara tingkat keparahan Rahang Habsburg dan koefisien perkawinan sedarah. Philip IV, Charles I (juga dikenal sebagai Kaisar Romawi Suci Charles V), dan Charles II menunjukkan ciri-ciri khas Rahang Habsburg, seperti rahang bawah yang sangat menonjol dan wajah cekung. Bahkan catatan sejarah, seperti laporan utusan Inggris Alexander Stanhope tentang Charles II, menggambarkan kesulitan raja dalam makan akibat deformitas rahangnya.
**Konsekuensi Lebih Luas: Kelangsungan Hidup dan Kepunahan Dinasti**
Dampak negatif perkawinan sedarah pada keluarga Habsburg tak hanya terbatas pada Rahang Habsburg. Penelitian Vilas menunjukkan bahwa praktik ini menurunkan peluang kelangsungan hidup anggota keluarga Habsburg hingga 18 persen. Kepunahan dinasti ini dikaitkan dengan munculnya kelainan genetik resesif langka, yang kemungkinan besar disebabkan oleh perkawinan sedarah. Ironisnya, strategi pernikahan yang bertujuan memperkuat kekuasaan justru menjadi penyebab kejatuhan mereka.
Kesimpulannya, kisah keluarga Habsburg merupakan pelajaran berharga tentang konsekuensi genetik dari perkawinan sedarah. Meskipun mereka berhasil mencapai puncak kekuasaan di Eropa, praktik ini akhirnya mengarah pada kemunduran fisik dan genetik, mengakibatkan kepunahan dinasti yang pernah begitu berpengaruh. Rahang Habsburg menjadi monumen yang menyayat hati, mengingatkan kita pada bahaya dari praktik pernikahan yang mengabaikan prinsip-prinsip genetika dasar.
**Kata kunci:** Rahang Habsburg, Habsburg, perkawinan sedarah, dinasti Eropa, genetika, mandibular prognathism, sejarah Eropa, keluarga kerajaan, penyakit genetik, Charles II, Philip IV, Charles V, silsilah keluarga.