## Aksi Damai 4 November 2016: Menuntut Keadilan dan Mempertahankan NKRI
**Oleh: Muh Razak Kasim**
Aksi damai 4 November 2016, yang lebih dikenal dengan “Demo 411,” menjadi tonggak sejarah penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Ribuan umat muslim dari berbagai penjuru tanah air berkumpul di Jakarta untuk menyuarakan tuntutan keadilan atas dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh seorang pejabat publik. Di balik aksi tersebut, terpatri teguh komitmen untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seutuhnya, setia kepada Pancasila dan UUD 1945, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan dalam berbangsa. Ini bukan sekadar slogan, melainkan harga mati bagi setiap warga negara Indonesia, termasuk para peserta Demo 411. Ancaman terhadap NKRI, baik dari dalam maupun luar negeri, harus dihadapi bersama dengan semangat persatuan dan kesatuan.
Demo 411 yang digelar pasca salat Jumat tersebut, bertujuan untuk menuntut keadilan dan menolak segala bentuk terorisme, baik dari kelompok ISIS maupun bentuk radikalisme dan komunisme lainnya. Para demonstran dengan tegas menolak isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang dapat memecah belah persatuan bangsa. Mereka juga berupaya untuk mencegah aksi tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik praktis atau menjadi ajang demonstrasi bayaran. Harapannya, aksi ini murni sebagai bentuk tuntutan keadilan tanpa dikotori oleh kepentingan pribadi atau golongan yang dapat merusak citra kebhinekaan Indonesia.
Gelombang aksi Demo 411 di Jakarta turut memicu demonstrasi serupa di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Makassar, Sulawesi Selatan. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi motor penggerak aksi ini, dengan harapan dapat mendukung stabilitas keamanan, hukum, dan politik negara untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan rakyat. Penting untuk dicatat bahwa aksi Demo 411 di seluruh Indonesia, termasuk di Makassar, dilakukan secara damai dan tertib. Para demonstran menunjukkan komitmen mereka pada unjuk rasa yang tanpa kekerasan dan anarkisme. Hal ini terbukti dengan pendekatan persuasif yang dilakukan oleh aparat keamanan Polri dan TNI, tanpa perlu tindakan represif seperti penembakan.
Di Makassar, puluhan ribu umat muslim bergerak dari Masjid Al Markas menuju kantor Gubernur Sulawesi Selatan untuk menyampaikan tuntutannya. Kehadiran Gubernur Sulawesi Selatan saat itu, H. Syahrul Yasin Limpo, yang akrab disapa “Komandan,” menciptakan suasana yang kondusif. Beliau langsung menemui para demonstran, naik ke atas mobil, dan menyuarakan takbir bersama mereka. Dalam orasinya, beliau menekankan pentingnya menjaga NKRI, menolak radikalisme dan komunisme, serta memuji kesantunan masyarakat Sulawesi Selatan. Aksi tersebut berakhir dengan tertib dan damai setelah Gubernur menyampaikan pidato.
Kasus dugaan penistaan agama yang menjadi pemicu Demo 411 mengingatkan kita pada sejumlah kasus serupa di masa lalu. Beberapa tokoh publik pernah dihadapkan pada proses hukum akibat tindakan yang dianggap menistakan agama, seperti HB Jassin, Arswendo Atmowiloto, Lia Eden, Ahmad Musadeq, dan Permadi. Perbandingan penanganan kasus-kasus ini dengan kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan dan kesetaraan hukum di Indonesia. Meskipun Ahok ditetapkan sebagai tersangka, penanganannya dinilai berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, menimbulkan keresahan dan pertanyaan di kalangan masyarakat, khususnya umat Muslim.
Aksi Demo 411 menunjukkan bahwa reaksi masyarakat terhadap dugaan ketidakadilan, terutama yang menyangkut akidah, dapat sangat besar. Namun, demonstrasi tersebut berhasil dilakukan dengan damai tanpa anarkisme. Hal ini patut diapresiasi sebagai bukti bahwa tuntutan keadilan dapat disuarakan tanpa harus mengorbankan ketertiban dan keamanan. Sebaliknya, jika demonstrasi tersebut berujung anarkis, risiko yang dihadapi bukan hanya kerugian materiil dan korban jiwa, tetapi juga akan memperumit proses penegakan hukum dan merusak kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum.
Kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum sangat krusial. Polri diharapkan mampu menjalankan tugasnya secara profesional dan transparan tanpa intervensi dari pihak mana pun. Proses hukum harus berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku, tanpa ada pihak yang merasa menang atau kalah. Semua pihak perlu menahan diri, menjaga ucapan, dan menciptakan suasana kondusif agar proses penegakan hukum dapat berjalan dengan adil dan merata. Semoga ke depan, Indonesia selalu mampu menjaga persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan, serta menegakkan hukum dengan adil bagi seluruh warga negara. Wassalam.
**Kontak:**
+(0411) 453192
[email protected]
**Keywords:** Demo 411, Aksi 4 November, Penistaan Agama, Ahok, NKRI, Kebhinekaan, Keadilan, Hukum, Polri, TNI, Makassar, Sulawesi Selatan, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI, Demonstrasi Damai.